Halaman

Senin, 03 Desember 2012



Bersahabat

Teng! Teng! Teng! Bel masuk berbunyi. Lapangan menjadi sepi. Anak-anak sudah siap belajar. Marcia dan Emily belum datang, Mrs. Laura tampak sangat marah. Marcia dan Emily sudah lebih dari tiga kali terlambat.
            “Grrrrh, bagaimana ini, Marcia dan Emily sudah tiga kali berturut-turut terlambat, mencoreng nama baik kelas 6A saja!” protes Mrs. Laura sambil menitikan nama Emily dan Marcia di buku absen.
            “Assalamu ‘alaikum, Misteres Laura!” tiba-tiba suara Marcia datang.
            “Wa ‘alaikum salam,” jawab Mrs. Laura sinis. “Berdiri di depan!”
            “Oh no! Miss, saya salah apa? Sehingga harus berdiri di depan?” Tanya Emily.
            “Terlambat sudah tiga kali! Apa tidak malu?” bentak Mrs. Laura. Mereka segera menuruti perintahh Mrs. Laura, karena takut Miss Laura marah besar.
           

Teeeeeeeet! Bel istirahat berbunyi.
            “Huft! Fyuuh, akhirnya. Capek juga ya,” kata Marcia sambil berjalan ke kantin.
            “Ya, Mrs. Laura begitu galak.” Celoteh Emily.
            “Owwuuuuh, kasihan ya, anak yang di hukum. Uhuhuhuhu…. Pasti tidak enak,” ejek Lucia. Dia adalah anak yang sombongnya selangiiiit, Uh, Ilfil deh! Kata Marcia dalam hati.
            “Iya ya,” sambung Katy
            “Eh, kalian tuh jangan seenaknya deh! Emang … kalian pikir, kalian siapa? Anak kepala sekolah kan? Direktur kah? Atau … OB? Hahahahaha ….” Kata Emily sambil melipat kedua tangannya.
            “Yup! Betul, atau, kalian mengejek kita mau dapat uang dari bos kalian anak kelas 8? Si Emma? Ouuuh, kasihan sekali lah, nih ada sedikit uang untuk kalian!” kata Marcia sambil memberi 5 koin kepada mereka berudua.
            Lucia dan Katy hanya diam. Mereka kelihatan seperti memelas.
            “Arrrrgh!” kata Lucia ketus sambil meninggalkan Marcia dan Emily.
            “Itulah, balasannya!” Marcia dan Emily ber-tos-an.
 Teng! Teng! Teng! Tak terasa sudah jam 12.00, mereka segera pulang ke rumah masing-masing.
            “Bye, Marcia!” kata Emily ketika sampai di depan rumahnya.
            “Bye juga, Emily!” kata Marcia. Marcia pun sampai ke rumahnya. Ia segera ganti baju, makan, dan tidur siang. Sorenya, ia berniat untuk bermain sepeda.
            “Ma, Marcia mau main sepeda dulu ya!” pamit Marcia.
            “Oke lah, but, jangan lama-lama ya!” pesan mama.
            “Baiklah, everything for you mom!” kata Marcia yang langsung mengeluarkan sepedanya dari garasi.
            Ketika di jalan, Marcia melihat dua orang dari kejauhan terjatuh, Marcia segera mempercepat goesannya. Sampai disana, ternyata dua orang itu adalah Katy dan Lucia.
            “Katy! Lucia! Ayo bangun,” kata Marcia seraya membantu Katy dan Lucia bangun. “Ckckckc …. Kalian kok bisa seperti ini? Lihatlah luka kalian, sangat parah. Kita harus menepi dulu di rumah Krystal!” ujar Marcia sambil menunjuk rumah besar berwarna hijau. Itu adalah rumah Krystal. Saudara jauh mereka bertiga.
            “Ti … ti …. Tidak usah! Kami tidak perlu bantuanmu! Terima kasih,” kata Lucia ketus sambil mencoba bangun sendiri. Namun Katy, menerima bantuan Marcia.
            “Ayolah Lucia, ia telah berbuat baik,” bujuk Katy.
            “Kau saja sana! Kau akan keluar dari geng Emma!” teriak Lucia.
            “Hhhh, abaikan saja Marcia. Aku akan mendukungmu, mari kita kerumah Krystal. Aku akan mengobati lukaku sendiri.” Ucap Katy.
            “Hmm … baik, jika itu keputusanmu untuk meninggalkan Emma dan Lucia. Dan itu untuk kebaikanmu, kita pergi sekarang.” Mereka berdua segera pergi ke rumah Krystal yang hanya beberapa langkah.
            “Krystal!” panggil Marcia. Lalu, Krystal membukakan pintu untuk mereka. Setengah jam berada di rumah Krystal itu membuat keadaan Katy menjadi lebih baik. Sekarang sudah jam 16.00, Marcia harus segera pulang. Ibunya akan mengomel jika Marcia telat.

Pagi hari, Marcia sudah siap. Ia akan berangkat ke sekolah bersama sahabatnya, Emily.
            “Emily!” panggil Marcia.
            “Marcia! Aku sudah siap,” kata Emily sambil menutup pintu rumahnya yangbesar itu. Mereka lalu berangkat dengan berjalan kaki. Mereka menyelusuri sawah-sawah di dekat rumah mereka. Ya … refreshing sedikit, boleh kan? Tak lama kemudian, mereka sampai di sekolah.
            Saat mereka duduk di bangku masing-masing, ada surat di meja mereka. Dengan perlahan, mereka mebuka surat itu.
            “Hmm … dari Lucia. Mungin, dia mau tobat!” seru Emily.
            “Hey! Jangan suuzon dahulu, memang sih, dia mau tobat mungkin. Maybe yes, maybe no.” kata Marcia.
            Setelah selesai membaca, mereka tersentak kaget. Mereka langsung bertatapan mata. Mata mereka berbinar-binar. Rasanya, mereka tidak tahan menahan haru yang di pendam.
            “I’am not understand, kenapa dia berubah drastis? Lebih dari 90 derajat?” kata Marcia.
            “Emm, Marcia, disini tertulis. Bahwa, dia sadar karena kejadian kemarin sore. Memang, kita kemarin sore bermain dengan mereka ya?” Tanya Emily kebingungan.
            “Nanti kujelaskan,” kata Marcia yang masih tidak percaya. Lalu, setelah itu. Marcia menceritakan kejadian yang sebenarnya.
            “Kamu hebat Marcia!” puji Emily
            Mereka berdua segera menghampiri Lucia yang sedang menangis tersedu-sedu. Mereka merasa kasiah dengan Lucia.
            “Sudah lah Lucia,” ujar Emily sambil merangkulnya.
            “Ti … dak, ada yang mau berteman denganku sekarang … Huaaaaaaaaaaa……” angisannya makin keras. Sehingga Emma, anak kelas 8, yang sedang bermain mendengar suara Lucia.
            “Heh, anak cengeng! Diam kau!” bentak Emma. Lalu, ia pergi. Lucia akhirnya mengecilkan suara tangisannya. Lama-lama berhenti.
            “Now we Best Friend. Jadi, kita ada empat anggota!” kata Emily.
            “Empat? Bukannya hanya bertiga?” Tanya Lucia yang sudah menghapus air matanya.
            “With … Katy!” seru Marcia.
            “Sepertinya, ada yang menyebut namaku nih,” kata Katy yang pura-pura tidak tahu.
            “Huuuuh, Hahahahaha ….” Tawa semuanya.
-Selesai-

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar